Jakarta - Pemda Klungkung bersama Sekolah Tinggi Teknik (STT) PLN
dan Indonesia Power (IP) meluncurkan program Tempat Olah Sampah Setempat
(TOSS) Listrik Kerakyatan. Program ini adalah pengolahan limbah organik
dari dedaunan, rerumputan dan pepohonan menjadi sumber energi dan
ekonomi alternatif.
"Proyek ini adalah inovasi dari rekan-rekan akademisi di STT PLN yang concern
menjaga lingkungan. Core-nya adalah listrik maka inovasi itu
menciptakan produk listrik dari energi primernya adalah biomass dari
sampah," kata Direktur Utama IP, Sripeni Inten Cahyani, kepada detikFinance di Pantai Lepang, Klungkung, Bali, Selasa (12/12/2017).
"100 Persen habis, bahkan briketnya bisa jadi opsi untuk mengganti batu bara tapi kita perlu uji coba dulu," pungkasnya.
Kontribusi IP dalam kegiatan ini adalah sebagai bagian program CSR
yg melibatkan perguruan tinggi (STT PLN) dan juga pemerintahan Kabupaten
Klungkung. IP juga mendukung pelaksanaan sosialisasi mengenai
pengelolaan sampah ke sekolah-sekolah dan warga masyarakat Klungkung.
"Karena
kegiatan ini konkret mengolah sampah sampai bersih dan habis itu
jarang. Maka kami membantu sosialisasi kepada masyarakat dan sekolah
agar anak-anak juga paham. Kemudian penyiapan peralatan hingga akhirnya
bisa seperti ini," ujar Sripeni.
Bantuan IP juga diwujudkan dalam
bentuk peralatan listrik berupa instalasi pengolah gas yaitu mesin
gasifier yang mengubah pelet menjadi sin-gas. Gas ini untuk bahan bakar
gas mesin sehingga menghasilkan listrik dan instalasi mesin pembangkit
listrik skala kecil.
"Perlu ditingkatkan lagi terutama skala
ekonomisnya dan supply chain yang harus ditata benar. Bagaimana
kontinuitas dari sampahnya? Tapi dengan sistem pemberdayaan masyarakat
di desa, di TPS-TPS kecil, itu terobosan sangat bagus," ucap Sripeni.
IP,
menurut Sripeni, mendukung dana operasional untuk rencana tahun 2018
guna memastikan kontinuitas program ditahap awal. Proyek yang berskala
kecil dan ideal untuk per kecamatan ini juga dinilai manfaatnya bisa
langsung dirasakan.
"Karena kalau skala besar, di TPD besar, itu
skala ekonomisnya susah. Tapi kalau TPS kecil, semua mengelola dan
hasilnya dinikmati masyarakat sekitar. Itu lebih tepat sasaran karena
langsung bisa dirasakan masyarakat," ungkap Sripeni.
"Bisa untuk
rumah tangga, gas dan listrik, yang luar biasa adalah semua bersumber
dari sampah. Metode peuyeumisasi ini juga tidak berbau," paparnya.
Sripeni
menilai Bali cocok untuk pilot project ini karena memproduksi sampah
organik hingga jutaan ton per hari. Sampah-sampah yang berasal dari
kegiatan upacara kebudayaan dan keagamaan itu kini bisa menjadi sumber
rejeki berbasis komunitas.
"Memang banyak sekali manfaatnya
karena di Bali sering menggelar upacara dan banyak menggunakan
daun-daun, dan inovasi rekan-rekan STT PLN kalau 3 bulan membusuk ini
hanya 10 hari ditambahi cairan (peuyeumisasi) tadi," kata Sripeni.
Ditambahkan,
Bali sebagai salah satu provinsi yang mendukung green province juga
dinilai ideal untuk penerapan inovasi lingkungan. Sehingga IP menetapkan
Bali sebagai konsentrasi pengembangan energi terbarukan.
"Kami
bersyukur diajak untuk instalasi pengolahan sampah ini langsung menjadi
energi dengan skala kecil. Karena pembangkit listrik dari sampah yang
ada di Jakarta itu skala besar. Ini lebih bagus karena memberdayakan
masyarakat secara langsung, Bali juga bisa bersih karena langsung
berpikir ah ini untuk membuat pelet atau briket," ujar Sripeni.
Namun
Sripeni menegaskan proyek ini perlu dukungan Pemda dan masyarakat.
Dukungan itu berupa turut serta menjamin suplai sampah organik sehingga
nilai ekonomis dari pengolahan sampah skala kecil ini bisa
berkelanjutan.
"Karena ada beberapa masyarakat tak mau menerima
karena image sampah bau dan kumuh. Padahal kan tidak. Kalau ini satu
kecamatan, 18 desa, sebagai model maka akan dibuat template distribusi
dan supply chain. Kami dari industri tinggal menyesuaikan," ucap
Sripeni.
Kegiatan ini sudah dimulai dari masing masing desa di
Kabupaten Klungkung dengan mengelola Tempat Pengelola Sampah
berkapasitas kecil dengan cara mengolah sampah organik dan sampah
non-organik.
Sebelumnya pengelolaan sampah dengan metoda lama
membutuhkan waktu 3 bulan, sedangkan dengan metoda TOSS hanya diperlukan
waktu 10 hari dengan penambahan lindi (proses peuyemisasi-inovasi dari
STT PLN) kemudian diolah dicacah dan dicetak menjadi pelet.
Pelet
ini mengandung kalori 3400 kcal / kg yang dapat dimanfaatkan utk
keperluan memasak. Jika Pelet dimasukkan ke gasifier dapat menjadi
sin-gas dan menjadi bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
sekaligus sebagai opsi untuk dicampur dengan batubara.
Manfaat
utama dari metode ini adalah pengelolaan sampah secara tuntas, bahkan ke
depan TPA mungkin tidak diperlukan lagi karena dari TPS sampah sudah
diolah menjadi pelet yang bermanfaat bagi warga sekitar